Gambar sederhana



















120111-ST. Senen, Aya diledek pengantar





















120111-KMY-ST. Senen, Redhot

















100111-Kranji, Aya minta digendong















090111-Menuju Kranji, pagi KRL via Osaka






















080111-BenHill, on Thong ijab




Mbolos maning-panitia resepsi













10 hari


Berat rasanya menghabiskan malam sendiri berteman aroma Aya. Ya, mereka sudah kembali pulang ke rumah, tempat yang nyaman dan menyenangkan dibanding sumpeknya kota Jakarta ini. Kalau saja aku tidak harus mencari nafkah demi kehidupan keluarga, tentu aku sudah pulang dan berada di tengah-tengah mereka.

Berawal dari kabar keluarga istriku yang di Jakarta akan pada mantu, maka mereka ingin keponakan dan keluarga di kampung pada ngumpul, lalu aku harus menjemputnya pada hari minggu, 2 Januari lalu. Kupilih Minggu pagi, agar sesampai di Jakarta aku bisa istirahat cukup lalu senin pagi bisa bekerja dengan performa segar.

Musim liburan semester ganjil anak sekolah, sangat rame, dan kembali aku sangat kecewa dengan suatu PO yang telah menipu, menjual tiket Bus AC tapi setelah waktunya berangkat, bus itu tak kunjung datang. Aku maki-maki petugas loket, tidak perduli orang-orang pada ngliatin, dan aku bilang ke mereka dengan lantang, gak mungkin bisa jadi lagganan kalau begitu caranya. Akhirnya dengan sangat terpaksa membeli tiket bus terakhir dan hanya tersedia ekonomi. Aku sudah membayangkan betapa tidak nyamannya bawa anak kecil, banyak yang merokok. Tapi Alkhamdulillah si kecil tidak begitu rewel, dan suasana siang yang mendung mengiringi perjalanan kami.

Sampai di Jakarta, mereka terlihat kelelahan dan kami pun istirahat hingga pagi menjelang. Aya terlihat senang berada di dekat ayahnya, tapi sering memanggil-manggil kakaknya. Hanya 2 malam bersama, bulek yang di Kranji nelpon terus agar segera ke sana. Mereka 2 malam di sana, aku tengok mereka kamis sore lalu menjemputnya. Jumat, 7 Jan keluarga yang di Senen memintanya datang, dan sepulang kerja aku langsung ke senen hingga malam, karena ada acara syukuran. Sabtu pagi, Thoing melangsungkan pernikahan di tempat mempelai perempuan, kami sekeluarga ikut mbesan ke sana diiringi beberapa kawalan petugas polisi, sebagai standar kawalan terhadap anggotanya yang melangsungkan perkawinan. Keluarga Senen beres...

Kembali Minggu pagi ke Kranji, karena Senin akan dilangsungkan pernikahan putri dari bulek istriku. Aku tidak masuk kerja....

Senin malam kami pulang dari Kranji, dan istirahat dengan kelelahan tiada tara...
Hanya tersisa 1 malam dan 2 hari kebersamaan yang utuh tanpa embel-embel keluargana, tapi apa mau dikata. Aku tahu, karena suatu saat kita juga akan butuh keluarga ketika kita sedang membutuhkan kehadirannya. Maka tersisa waktu sebentar buatku tidak menjadi masalah berarti.

Rabu pagi aku kembali tidak masuk kerja, meskipun cuma mengantar ke Stasiun namun aku ingin melepas dan bermain dengan Aya sebentar saja. Jam 10 kereta baru bobowonto diberangkatkan, aku bantu tata barang-barang bawaan di rak-rak kereta. Lumayan adem ACnya, semoga Aya bisa bobo, dan menjadi kebalikan dari perjalanan berangkat yang sangat menyengsarakan. Cuma berpisah model ini, yang biasanya juga hanya sebulan sekali bertemu, tapi yang ini beda rasanya.

Kembali ke kamar, dan hanya tidur seharian sesekali bangun menelpon Aya sudah sampai mana. Hingga akhirnya mereka tiba di rumah jam 18 dengan selamat... terdengar canda dan teriakan memanggil kakaknya. Anak kecil pun sudah memahami apa itu rasa rindu.

Di sini, kembali sendiri seperti malam-malam sebelum kalian ke sini.


CIKAL


Menyusuri sepetak kebon peninggalan almarhum Ayah menjadi hal yang menyenangkan, beberapa tanaman yang kutanam sendiri menumbuhkan rasa penasaran tersendiri ketika mudik, sudah seperti apa. Dan kuajak serta si Nipong agar dari kecil menyukai alam dan hijau daun. Beberapa pohon kelapa tinggi menjulang tak mungkin tergapai bila haus menyengat sekedar siraman kelapa muda. Kutahu betul pohon itu sejak aku seumuran Nipong sudah berdiri. Pohon kelapa mudah tumbuh di sini dan produktif, tapi alangkah sayangya, banyak bajing atau tupai pemakan kelapa. Dan lihatlah disekeliling banyak sekali berserakan buah kelapa yang bolong bekas serbuan bajing-bajing.

Tanaman kapulaga yang kami tanam sudah mulai tumbuh batang baru, pohon albasia sudah mulai bersemi pucuk baru, Tapi rumput dan alang-alang kenapa demikian cepat tumbuhnya?

Mungkin pohon kelapa yang ada perlu ditebang karena tidak pernah memanennya, lihatlah sekitar... bergelimpangan kelapa yang sudah menghitam, bahkan sudah ada yang membusuk menjadi tanah. Dari beberapa kelapa yang jatuh karena bajing, sepertinya ada yang jatuh karena sudah tua di pohon, dan kini kelapa ini tumbuh calon daun ya
ng disebut cikal.

Kelapa yang sudah tumbuh cikal di dalamnya sudah tidak ada air dan kelapanya, melainkan sudah berubah menjadi 'Kenthos' seperti biji, berwarna putih, empuk seperti gabus, rasanya manis tapi sepa. Dan itulah sumber gizi bagi pertumbuhan cikal kelak sampai tumbuh pohon nyiur terlihat janurnya..

Tanpa Nipong


Mudik kali ini agak kurang beruntung, pasalnya tidak kebagian Bus pertama sehingga dapat yang cadangan. Damri, angkutan massal plat merah dari dulu tidak ada pembenahan baik secara layanan maupun manajemen internal, terlihat dari cara menjual tiket, tidak ada informasi memadai dari petugas. Beda sekali dengan armada swasta yang selama ini aku nikmati, bilang ada kalau ada dan tidak ada bis jika itu memang tidak ada, jadi tidak nggantung nasib calon penumpang yang siapa tahu ada alternatif lain. Antri tiket pas jam 6 sore, dan petugas bilang bis diberangkatkan jam 7 habis Isya. Tunggu punya tunggu, ternyata bus yang dimaksud harus diperbaiki dulu, ganti tanki, ban dan aku hanya sabar menunggu. Mau ke Gadung pun percuma, disamping momen akhir liburan yang bikin angkutan massal ramai penumpang, tentu jam segitu sudah berangkat semua. Mau ke Stasiun apalagi, padahal pulang kerja langsung antri tiket, tapi sungguh membuat naik pitam, loket sini hanya untuk tujuan Semarang, tapi setelah pindah loket yang sana, orangnya istirahat. Akhirnya kumaki-maki saja petugas itu, lalu cabut, dan mandi tapi tetap saja kembali ke loket itu, karena dekat dari tempat tinggal.

AC lumayan dingin, meski tidak selincah bus-bus lain, tapi Alkhamdulillah tidak menemui macet berarti, meski berangkat jam 10 malam, aku sampai di Ajibarang jam 7 pagi, momen mudik yang gelap dan dingin sudah sirna, karena sampai di rumah sudah jam 8.30. Mereka sudah lama menunggu di pinggir jalan menjemputku, dan kami pun pulang ke rumah.

Jumat menjelang siang, hanya bercanda dan ngobrol sama nipong dan Aya, pertama ketemu, dia tersipu-sipu dan terus-terusan cari perhatian dengan teriakan, lompat, atau pura-pura jatuh, makin lama ia mau kugendong dan kucium.

Malam Sabtu, ngobrol bersama di ruang tamu, sementara Emaknya mulai masuk ke dalam percakapan serius, Nipong tinggal di rumah sementara kami ke Jakarta, dalam rangka saudara-saudaranya pada hajatan. Syarat yang diajukan nipong masuk akal, cuma minta HP soner ditinggal buat game, dan musik, kami pun punya syarat, tidak boleh dibawa sekolah. Lalu, ia juga meminta sesuatu dan membisikan ke telinga emaknya.

Kami gembira dengan sikap Nipong yang bisa diajak kerja sama, kami janjikan, kalau libur kenaikan mudah-mudahan bisa ke Jakarta. Sayang kalau harus mbolos 10 hari, nanti berapa banyak pelajaran yang harus tertinggal.

Sabtu siang, kembali membahas masalah nipong, dan memanggilnya untuk memastikan, karena Minggu pagi musti berangkat. Kalau minggu sore, pasti rame banget. Malam minggu kami persiapan untuk berangkat esok pagi, dan setelah beres, Aya terus meledek kakaknya, bahka bobopun harus di kamar si kakak. Setelah memastikan ok, Hanif dan Aya bobo di kamarnya, sampai tengah malam.

Emaknya nangis, "Aku khawatir, Hanif nggak bakal mau ditinggal, eh malah enjoy, sekarang aku yang sedih.." Akupun tercekat menghadapi perpisahan kecil ini. Bangun jam 3 an, emaknya mempersiapkan apapun untuk berangkat, makanan, minuman, dan semua hal. Lalu tiba saat Subuh, Nipong kubangunkan...

Jam 6 pergi dari rumah, Nipong mengantar sampai ke jalan dan membawakan tas yang berisi palaian adiknya. Uang saku dititipkan sama Eyang kakung, dan kami berangkat.

Di Ajibarang, terminal pemberangkatan kasus baru timbul, tiket yang sudah dibeli dan sudah dipastikan dapat tempat duduk ternyata sudah penuh. Maka pilihan sulit terjadi, kami dilimpah ke ekonomi atau berangkat malam. Kalau aku sendiri tidak jadi pusing asal sampai ke Jakarta dengan selamat, kulalui itu meski tanpa AC atau berdiri sekalipun, lah ini ada anak kecil, 2 perempuan.

Akhirnya kami kompalin habis-habisan, "catat, pak.. kami tidak mungkin bisa langganan dengan layanan bapak,,.,.!!" dan kamipun bergegas ke bus ekonomi....

Aya tampak senang, karena masih pagi... tapi menjelang Cirebon udara panas mulai terasa sangat menyiksa, untung saja Alya terlihat enjoy, dan tidak rewel. Aku yang malah gelisah, nggak nyaman dan pengin nonjok supir yang jalanya selalu disalip truk.

Kusodorkan hp ketika aku nelpon Nipong ke emaknya, terlihat direbut Alya, lalu emaknya kembali, terlihat air mata berlinang disudut matanya.

Dan hari ini, aku telpon, ia baik-baik saja, kakaknya istri juga mengabarkan kalau ia nggak mau sarapan dan makan dirumahnya, tapi masak sendiri dan akan tidur ditemani Eyangnya lagi malam ini.

Miss u, Han...