Perbatasan

Pagarnya memang dari awal sudah tinggi, aku menyadari itu sepenuhnya. Dan pada akhirnya masing-masing memahami batas mana yang harus dilewati.
Untuk bisa melewati pagar itu sengaja tidak ku pasang kawat berduri agar tidak menyakiti seseorang untuk melanggar perbatasan itu. Bahkan aku lebih suka tidak ada pagar di setiap perbatasan, namun semua piahk bisa menahan diri untuk bertetangga secara baik. Bukan menghardik, bukan mencaci, dan tentu saja tanpa menebar permusuhan.
Habluminanas. Just it..

Asmarandana langit mengusik kehidupan nyata. Dan ini pengalaman pertama dalam hidupku. Mengelolanya tidak sesederhana kehidupan sebenarnya. Untuk itu aku akan buat taman hijau saja di perbatasan teritorial hati tanpa kawat berduri apalagi tembok pagar nan tinggi menjulang. Itu semua agar jelas seberapa kuat pertahanan sipilku terhadap segala situasi, apakah aku tergoda untuk menerobos perbatasan atau hanya berdamai dengan keinginan semata.  

Gumun....

Terasi

Gambar: Google
Dibalik aroma terasi yang khas kutemukan beberapa hal yang menarik. Salah satunya adalah aroma, salah duanya adalah asalnya. Aku akan kupas tuntas perkara terasi ini dari sudut pandang penggila trasi akut ini.
Aroma yang gurih dan khas ini akan mudah tercium dari radius puluhan meter apalagi kalau sedang diproses masak baik di bakar ataupun digoreng. Tapi kalau terasi mentah yang menempel di suatu tempat yang tidak sengaja singgah, aromanya bikin kesal dan membuat hidung kita terus mengendus sambil mengendap endap mencari asal aroma ini.
Aroma terasi bisa menjadi aroma terapi bagi mereka yang sedang dilanda asmara. Kok bisa.. ? Bisa saja, bebas-bebas saja wong aku yang nulis kok. Bagaimana proses kerjanya?... sebentar.....
Asal terasi tentu dari dataran rendah yaitu laut. Tapi kalau kita pergi memancing atau menjaring dengan pukat harimau pun sampai ayam betanduk tidak mungkin dapat terasi langsung. Ia adalah hasil dari proses panjang para perajin terasi. Dengan bahan baku udang rebon, atau baby shrimp kemudian difermentasikan lalu dihaluskan, diolah, dijemur sedemikian rupa jadilah terasi yang beredar dengan kemasan rapat kedap udara dan dipasarkan ke seluruh penjuru.

Dan apa yang terjadi kalau bertemunya makanan dari gunung bertemu dengan hasil dari laut? hidangan tersaji di depan mata ini begitu menggugah selera. Dan itu semua karena bersatunya jarak, si trasi dari laut dan cabe brangbang dari gunung. Begitupun aroma terasi yang 'senada' dengan terasi yang berasal dari udang. Perlakuannya sama, untuk bisa menikmatinya kita harus pandai meramu mulai dari daerah 'pegunungan' baru kemudian bertemu dengan aroma lezat khas terasi. Bisa lebih rinci?...

Mari bermain imajinasi saja, mudah2an aku bisa segera menikmati lezatnya terasi di musim dingin ini.


Inspired by:  The Royal Kasino

Gondrong

Aku berjanji kepada diri sendiri untuk menggondrongkan rambut. Seumur hidupku kepalaku selalu cepak dan lebih sering cukur plontos cuma karena tidak nyaman kalau gondrong, ruseb.

I love the way you lie...

Teori kekacauan

Pernahkah terpikir oleh kita tentang bagaimana sebuah lingkungan kita tengah dilanda kekacauan baik negara maupun masyarakat sekitar?

Mungkin ini hanya ilusi pagi hariku saja. Pagi yang hujan gemerot. Tau gemerot?  Salah... bukan itu. Gemerot adalah deras dan lama. Chaos conspiration, istilah kerennya. Merupakan rangkaian praktek dari teori kekacauan dimana segala sesuatu yang bertubi2, acak namun kalau ditelusuri dari awal akan ditemukan polanya.

Persis di tempatku bekerja semua personal dibuat pontang panting dengan instruksi acak, cepat, multi dan semua bisa via email atau verbal by phone. Tujuanya tentu supaya kita siap dengan segala situasi, berpikir cepat dan tanggap terhadap hal baru. Itu pencapaian positifnya. Kalau negatifnya? Tentu saja kita akan pusing, frustasi, merasa lelah dan buang energi. Itu baru skala kecilnya. Kalau mau yang besar kita bisa jumpai di negeri tercinta ini. Kasus bertubi2, berita acak, fitnah berhembus seperti angin muson, dan lain2 yang sulit kudeskripsikan tapi semua orang merasakan pola acaknya negara ini. Tujuannya apa? Sebagai warga negara yang baik, mari kita telusuri dan pekajari apa yang kita bisa dari yang terkecil yang kita dapat. Untuk apa?  Supaya bisa menemukan pola nya.

Mumet?
Sama...

Plis doang

Karena jarak memisahkan aku selalu menemukan hal baru pada si kecil, kriwil aya. Liburan kemarin adalah musim "plis doang'. Bagaimana tidak terpingkal-pingkal, pertama mendengarnya aku dibuat bengong ketika merengek sesuatu
Tapi karena tidak kunjung kupenuhi dia bilang sambil pake mimik memelas lucu dan berkata "plis doang paaa.." sebuah kombinasi kata yang aneh di telinga. Yang lazim kudengar adalah plis dong atau please deh.. lah ini kok plis doang.

Kalau bulan sebelumnya dia ikut ikutan bahasa gaul terkini. Tapi apa yang dia katakan?
"Kasih tau ya nggak?".. aku biarkan terkekeh kekeh tanpa mengoreksi versi benarnya.  Aku tau saat itu dia lagi sibuk soal tata bahasa dan belajar huruf R yang belum ada hasil dari kecedalanya. Tepat awal desember lalu dia sukses mengeja huruf R. Maka setiap kata yang mengandung huruf R maka ia akan tebalkan dan panjangkan huruf R itu.

Cemlang-cemlong dan spontan adalah khas si kriwil ini. Beda jauh dengan kakaknya, nipong han yang cenderung kalem dan santai tapi kesenggol dikit marah membahana.

Lagi2 aku kehilangan moment saat2 si kecil explorasi hal2 baru dalam hidupnya. Perkembanganya kumonitor dari ujung telefon yang istri laporkan.
Mereka akur dan musuhan seperti umumnya kakak beradik di manapun di belahan dunia ini.

Sekarang mereka lagi menyukai idola cilik 'coboy junior' yang besar mengidolakan ikbal si kecil mengidolakan personel lainya. Dari situ gesekan sering terjadi karena saling hujat dan klaim mengenai siapa idola masing2.
Ini nggak bener.. kenapa anak2 jaman sekarang tidak diperdengarkan lagu anak2. Kenapa stasiun tihwi juga tidak menampilkan album minggu anak seperti pada jaman sebelum ini?

Salah asuhan? Plis doang ........!....

Lejing mania

Trend legging sepertinya sudah sejak lama digandrungi banyak wanita. Entah siapa yang memulai pemakaian kaos kaki bukan, stoking juga bukan. Mulai dari artis, wanita karir, bahkan ibu-ibu setengah baya juga sering kulihat memakai celana legging. Sepertinya bahannya memang lembut dan tipis, mungkin karena nyaman dipakai maka banyak wanita menggandrunginya. Mungkin si pembuat legging awalnya hanya bertujuan untuk para wanita yang suka aerobik, senam, atau fitnes. Tapi siapa nyana hari ini kita bisa saksikan banyak wanita menggunakannya di manapun. Entah itu sedang santai di teras rumah, di tempat kerja, di Mall, atau di tempat rekreasi. Bukan itu saja, wanita berkerudungpun tak luput untuk tidak mengenakanya. Jadi jangan heran kalau aku sempat heran dan berdecak, rambut tertutup rapat tapi seluruh balutan ketatnya jelas membayang. Aurat... oh aurat...demikian batinku merintih....

kalau mau ancur, ancur saja mestinya, atau bila gak mau ekstrim banget ya kalau lebih suka berketat-ketat ya mbok jangan bawa embel-embel muslimah. Standar,,,
Jaman sekarang sebagai pria makin berat tantanganya untuk menjaga pandangannya. Udah pengin njaga, tapi pemandangan itu nongol sendiri. apa iya kita mesti merem?
Jaman dulu mungkin iya, kita bisa cari-cari mana yang minim dan sexi, bisa di halte, bisa boncengan sepeda motor. Lah sekarang? gak usah tengok kanan kiri... wong memandang ke semua sudut kita sudah dihadiahi pemandangan menakjubkan.

Ketika aku di amanahkan untuk membelikan legging untuk istriku, mendadak aku heran bercampur senang. Herannya, aku begitu mudah untuk menemukan celana legging ini. Aku tidak perlu ke Mall, atau toko pakaian, di pasar ujung Gangpun tersedia lengkap dengan aneka warna dan ukuran. Senangnya, aku akan dapat suguhan paha di dalam legging, meski sudah tau isinya, aku akan tetap penasaran, siapa tahu setelah dibungkus legging isinya bisa berubah menjadi paha kehidupan.

Berpakaian tetapi telanjang, itulah legging dalam pelupukku.

tobbaatt.....

Sewu kuto, sewu rai

Seribu kota, Seribu Wajah..

Dari mana kau berasal, akan menampilkan dirimu. Aku yang berasal dari kampung dengan wajah ndeso dan penampilan katro dan setiba di ibukota tak banyak berubah dari caraku menampilkan. Seharusnya berubah nggak sih ya? Aku pengin sangar dan garang, tapi pernah kucoba dan gagal maning.

Ada sebuah kisah, dari ndeso juga..Ia dulu ya serupa denganku, ya ndeso ya dari kalangan wong penginyongan. Tapi sekarang karirnya sudah mulai menanjak, dan tentu saja status sosial aka mengikut dengan sendirinya. Kehidupan membaik, segalanya berubah... Keramahanya berkurang, kedatangannya pada kerabat dan teman juga tidak lagi berimbang. Pasti itu semua bersembunyi di balik jubah kesibukan. Tapi ada yang sedikit aneh, anak-anak dan ia sendiri yang dulu panggil mama kepada istri dan emaknya, mereka kini sudah memanggil Bu. Itu baik.. sesungguhnya panggilan terbaik... tapi apa iya harus menunggu di kelas tertentu ketika memanggil Bu? Atau ini gejala sosial di Indonesia saja? Lah di Arab, semua anak akan manggil ummi kepada ibunya, di Amrik akan memanggil mom kepada ibunya...

Lalu?


Pelosok

Jakarta minggu pagi yang dingin, tertera di hapeku suhu menunjukan 25°C. Sepertinya semalam hujan rintik telaten sampai subuh berkumandang. Bukan hal baru bagiku untuk terbangun pagi subuh dengan tangan menggapai2 seoalah ada tubuh hangat di sampingku. Terbangunlah dan kembali tidur dengan senyaman mungkin.

Kali ini bangun kedua kali untuk gerak gerik seperti biasa. Nggulung spre yang sudah terasa kasap (r) dan beberapa noktah bekas hujan rembesan dari plafon. Bau khas tubuhku lepas dari deru angin saat spre kutarik kasar yang terjepit kasur. Kata istriku bau yang harum. Ada2 saja rayuan seorang istri kepada suaminya.

Meski matahari tak bersinar sepanjang hari ini aku tetap melanjutkan mencuci dan menjemur baju. Tugas ganda membuatku garang dan teguh terhadap keyakinan bahwa perempuan itu sangat kuat dan tahan banting. Ia cuma dibekali perasaan halus saja sehingga pekerjaan soal belakang dilakukan dengan penuh suka cita. Maka aku tak pernah heran bila pekerjaan rumah tangga dihiasi wanita.

Yang mereka komplain biasanya adalah semua pekerjaan rumah tangga yang dilakukan tidak pernah terlihat. Beda dengan suami yang mayoritas sebagi pencari nafkah. Tindakan semena2 sering ditunjukan suami karena merasa dominan. Padahal yang ideal adalah bahu membahu. Aku tak segan membantu mencuci apabila istri sedang kerepotan atau sedang menderita sakit. Aku juga bisa memandikan anak, membetulkan letak genteng penyebab bocornya rumah. Namun sungguh sayang itu semua kulakukan karena jarang bertemu.

Pelosok menjadi takdir kami memiliki tanah lahir di ujung desa berdampingan dengan hutan punus. Sekilas orang mendengar tentu seperti firdaus saja hidup di dekat hutan dan melintas sungai jernih. Ya, hidup memang pilihan dan kami memilih cara ini meski pilihan yang pahit. Di balik pahit selalu ada manis, itu pasti dan terbukti.

Pulang dan pergi dari dan ke jakarta menjadi tantangan sendiri.namun ternyata tanpa kusadari sudah kulewati puluhan tahun.

Untuk melihat kota kabupaten saja perlu menempuh jarak 35km dengan waktu kurang lebih 2 jam. Maka ketika keluarga dari kampung ini datang ke kota kami seperti kisah kabayan. Terutama si kecil yang teriak2 dan berlari ke sana kemari aku hanya memperhatikan saja sambil tersenyum. Terlihat mamanya kerepotan harus menarik tanagn si kecil yang berontak dan melerai liarnya teriakan si kecil dengan sssstttt ampun berisik. Aya menciptakan keramaian di tempat keramaian. Si kakak terlihat cool tanpa banyak bicara seperti biasa.

Sudah mau jam 11 tak seorangpun menawarkan makanan itu tandanya aku segera mencari. Itulah bedanya kota dan pelosok...

Kisah klasik

Minyak Brisk rambut bertutup hitam, isinya putih pasta halus bagai odol. Ia tergeletak selalu di atas lemari bifet di kamar Ayah. Malam minggu ini pengin apel ke rumah si dia, meski belum berkenalan, hatiku mendesak seperti harus ke rumahnya, lantaran tadi siang bertemu dia saat pulang sekolah. Hanya bermodalkan senyum dan tunduk malu, aku beranikan diri untuk kenal lebih lanjut siapa dia gerangan. Terasa kuat sekali tutup minyak rambut ini ditutup oleh Bapak, ketika aku mencoba join minyak ini dengan menyelinap ke kamar Ayah. Ibu sedang bercengkerama sama Eyang kakung di teras rumah ketika bulan purnama di musim kemarau nan dingin Agustus 94. Ayah belum pulang tugas menjaga hutan yang saat itu banyak pencuri kayu di gelapnya malam. Meski besok harus kembali ke tempat kos yaitu di rumah Klawer tapi aku akan rela ngantuk di perjalanan ke kota Purwokerto daripada kehilangan momen remaja yang tak kan mungkin bisa diulang. Harumnya semerbak dan membuat rambutku rapih seketika, model sempongan khas Harmoko kusematkan dengan sisir yang telah banyak rontok giginya. Lalu datang ke Ibu meminta ongkos, aku yakin pasti dikasih meski harus mendapat banyak pertanyaan dan omelan, dari mulai minyak rambut, sekolah, dan tuduhan apel belum umur, tapi tidak akan mungkin mempan dengan segala nasihatnya. 

Ongkos dapat, keren juga dapat, seorang teman dengan motor doyok CB100 sudah menunggu di Gardu dekat sumur seberang jembatan. Aku harus menutup telinga ketika temanku harus njegleg motor tanpa knalpot dengan suara seperti halilintar, bahkan orang sudah terlanjur menamai sebagai helikopter, karena suaranya yang tidak gurih.

Jalan yang harus ditempuh adalah separuh aspal dari tempatku, dan di batas dusun adalah jalan dengan batu terjal, remang-remang cahaya bulan makin menggenapka romantisme yang terus ada di benak. Masih jarak satu kilo saja, perasaan ini makin aneh dan jantung berdetak kencang, bibir mengering dan sering menelan ludah, kelu dan terus menguras kata-kata yang akan terucap sebentar lagi. Ah, benar-benar konyol dan tidak masuk akal, kenapa harus muncul perasaan aneh seperti itu. Padahal aku yakin dia yang di rumahnya jangan-jangan sudah tidur, atau sedang belajar kelompok dengan teman-temannya. Tapi malam minggu, seharusnya ia libur dari berbagai ilmu sekolah yang kelak entah dipakai entah tidak, atau jangan-jangan bahkan ia tak memikirkan pertemuan tadi siang sama sekali. Rumahnya yang manapun harus turun dari kendaraan dan menanyakan kepada orang yang sedang siskamling, heran... di sini belum ada listrik... Begitu sunyi, dan gelap.. tapi tetap saja aku memikirkan suasana romansa. Bulan di langit mulai tertutup awan, dan temanku harus putar balik meninggalkanku di pelataran rumah si gadis, ia musti ngapelin gendakannya. 

Kuketuk saja pintu rumahnya, terlihat dari balik jendela kaca dan hordeng yang terbuka sedikit, di dalam ada lampu minyak dengan cahaya merah keemasan. Sepi... tak terlihat orang, tapi sepertinya di belakang ramai, mungkin warung, pikirku kemudia. Tak ada sahutan, sampai akhirnya ada seorang perempuan muda membuka pintu....

Sampai disini, dulu my friend.... selamat bermalam minggu.....
lupa, cerita selanjutnya....

tahu begini mah, dulu ngapain harus deg-degan segala.... 

Hanif & Alya

Kalian sudah makin besar. Keduanya sering bertengkar namun saling mencari satu sama lain jika salah satunya tidak ada.

Kini ayah kangen meskipun baru sehari tidak berasama kalian. Apakah kalian merasakan?

Perjalanan balik dari kampung di awal tahun 2013 kacau balau dan diluar dugaan. Hari ini aku membolos kerja karena datang siang. Badan kaku rengkeng dan nggak mungkin memaksakan diri berangkat kerja dengan kondisi buruk.

Aku bukan orang yang mudah tidur lelap di kendaraan apapun untuk perjalanan jauh. Makanya paling oke adalah berangkat dari kampung harusnya pagi dan sampai di jakarta malam lalu istirahat.

Sebenarnya kemarin juga sudah dirancang seperti itu namun semua tiket ludes terbeli duluan. Namun aku tetap senang karena masih sehari lagi bersama hanif dan alya. Itu ceritaku, apa ceritamu..?