Deru debu

Meski tidak kuanggap serius, perdebatan dengan salah satu kawan lama tentang situasi terkini d ibukota. Namun bagiku itu cukup membuka mata, bahwa kebanyakan manusia berkecenderungan berbeda pandang dan atau nyeleneh terhadap hal pakem yang sudah tidak mungkin untuk diperdebatkan. Entah kenapa aku itu terpicu kalau ada saudara, atau ibu kita dihina, juga agam terlebih Al quran. Paling tidak aku merasa terganggu, marah meskipun tidak banyak yang dapat dillakukan.

Kini semakin riuh dan liar, esesensinya bias dan blur tidak jelas lagi fokusnya. Semua orang berpendapat dengan argumen masing-masing. Kenapa aku ambil peduli? Lho kalau 1000 orang macam aku yang diam tak berbuat sesuatu, padahal mereka menyiapkan segala sesuatu dengan matang, tersembunyi, terencana, gerilya kerja keras tak kenal kompromi, lalu apa?  Kelak anak cuci kita bisa-bisa bakalan kenal islam dari sejarah..

Aku tak mau lemah...

Kalau banyak juga orang-orang menghindari politik, ya itu juga pilihan. Tapi berbagai kebijakan publik lahir karena dari politik. Saat ini banyak jumlah tapi banyak pula yang takut karena kecintaan kita terhadap dunia. Hadist nabi ribuan tahun yang lalu, nyata dihadapan kita..

Biar saja aku bergemuruh sendiri, meski orang nyantai seperti tidak terjadi apa apa. Aku juga musti kuling dawn, menyeka peluh luruh, mengusap debu.  Dunia ini memang indah... sementara saja