Kulanuwun

Kalau lagi bengong atau merenung muncul begitu saja dan begitu banyak ide diawang-awang ada yang sepenggal kalimat, ada rencana ucapan, warna jingga, stasiun, Osaka, dan sebagainya.
Tapi kalau sudah pegang henpun atau computer ternyata beda nojorono alias suasana. Kalau tidak tau suasana mungkin sama dengan nuansa. Menulis yang bebas itu enak, tanpa rasa beban sambil tetap melatih sinkronisasi antara otak dan jari. Sementara mulut terdiam tapi ikut baca dan melafalkan cuma nggak bergerak. 

Pagi ini hujan, suara tetesnya membuatku enggan beranjak dari peraduan. Apa pula itu peraduan, wong tidur sendiri... Lah ya bukan mesti berarti beradu kan, itu bisa juga dapat diterjemahkan aduh. Jadi kalau tidur bangun kesiangan suka bilang aduh, maka tempat tidur bisa juga dianggap peraduhan. Gaduh juga bisa bagi yang tidurnya ngorok dan bikin kegaduhan dengan hasil berupa spre yang kusut dan kesana kemari. 

Pohon jambu selalu berbunga, tapi tidak pernah lihat buahnya sebesar mana. Si ibu kost sampai kudengar nyeletuk menyebut kata kampret yang suka menghabiskan di kala malam. Pagi ini kulihat ada yang besar dan ranum, embun yang sebentar lagi jatuh bergoyang di ujung daun, warnanya bening dan memunculkan warna baru didalamnya. Padahal cuma mau ngisis handuk saja ke samping rumah dan bersenggolan dengan dedaunan jambu ini. Entah kenapa tidak lagi tertarik kepada buah jambu air ini, karena udah tau rasanya sepet dan tak lagi penasaran,