Dalam dunia logistik atau pengangkutan barang istilah under
name sangat lazim digunakan, yaitu ketika seseorang atau badan usaha memiliki
barang untuk export namun tidak memiliki dokumen legal yang diperlukan seperti
perijinan, SIUP, dan lain sebagainya maka orang atau badan tersebut akan
melakukan under name yaitu pinjam nama kepada exportir lain.
Mundur ke belakang….
Sebetulnya sangat enggan menulis ini Karena disamping
menejanjangi kebodohan diri sendiri juga semakin gemas ku dibuatnya. Namun
sering kali kubaca kutipan bahwa sepandai-pandai manusia tak akan mampu mengingat
semua sejarahnya, apa yang menjadi pikiranya dan apa yang telah dilakukanya,
maka menulis menjadi penting Karena bisa mengabadikan segalanya. Lagi-lagi
membaca kalimat itu. Maka gelora menulis ini kucoba kupupuk kembali. Setahun
yang lalu saat mencoba peruntungan di kampung halaman dengan usaha keluarga
bersama istri, kawan dekat mulai terjalin satu per satu, maka banyak
kepentingan terwujud melalui persohiban itu. Salah satunya seorang teman sebut
saja Mukidi, ia dimintai tolong oleh sepupunya yang ingin membeli motor dengan
cara mengangsur, tapi semua saudara sedang mengalami hal serupa dimana dokumen2
penting berada di pihak ke tiga Karena kredit bank atau yang lain, maka Mukidi
datanglah kepadaku dengan memelas. Aku diskusikan hal tersebut dengan istriku dan
menyerahkan sepenuhnya keputusan padaku dengan beberapa syarat tentu saja. Lalu
ku iyakan ke Mukidi, dengan syarat tidak menyulitkanku dikemudian hari,
pembayaran harus susai tanggal yang ditentukan, dll, lantas MoU tanpa hitam di atas putih mengalir begitu
saja sambil sruput minum kopi. Waktu berlalu, setelah di Jakarta beberapa lama
sudah terhitung aku dapat sms dari WOM mengingatkan pembayaran, lalu kuforward
ke Mukidi agar bulan depan setoran tidak telat, bulan berikutany terus seperti
itu sampai aku ditelfon oleh WOM, bahkan debt kolektor menyambangi rumahku
menanyakan Mukidi, lah istriku yang ketiban sial. Lalu kukomplain ke Mukidi
dengan menaikan level kemarahan dari yang semula soft reminder dan keramahan.
Namun persohiban tidak mau rusak gara-gara hal tersebut, ketika mudik pun aku
berjumpa dan tetap menjaga kebaikan dengan Mukidi. Ini Cuma menjadi pelajaran
super penting untuk seluruh jajaran kehidupanku dan keluargaku tak akan pernah
dengan alasan apapun meminjamkan nama kepada pihak lain, siapapun.
Dan orang yang kutolong itu sebetulnya keluarga besar 12
kakak beradik tapi tak satupun memberikan namanya untuk si Mukidi itu. Mereka
tekenal medit bin gasir, namun meski sudah kutolong seperti itu, Mukidi jarang
belanja di warungku, tapi biarlah. Rejeki itu bisa berupa apa saja, sehat,
anak2 nurut, istri yang sabar. Yang penting satu hal, jangan dukung Ahok…!