Tapal Batas

Wilayah di bumi selalu dibatasi dengan teritorial, namun tidak untuk pikiran kita umat manusia. Ia bebas berfikir sekehendak hatinya seperti ruang angkasa yang entah di mana batasanya. Namun beberapa fitur manusia berupa rasa selalu ada titik tahapnya. Tapi entahlah, apakah itu sebuah batas atau justru tidak terbatas. Mari kita lihat...

Kita melanglang buana kembali ke jaman baheula, saat belum ada kemajuan teknologi berarti saat itu. Dan jika sudah ada teknologi tinggi pada saat itu tentu sangat ekslusif dan hanya dapat diakses oleh orang tertentu. Kita lupakanlah itu..

Bermain petak umpet, kelereng, layang-layang, membuat rumah-rumahan di Sawah saat musim kemarau, membawa Radio. Beranjak besar, berusaha berjibaku bareng teman-teman dan membuat apa yang namanya senasib dan sepenanggungan. Menunggu menjadi bagian kegiatan manusia entah sejak kapan, tapi pada masa 90-an, menunggu tetap saja seperti biasa, duduk atau nongkrong atau mondar-mandir entah sambil membaca komik, koran atau novel Fredy S. Waktu berlalu, semua berubah dan beruban. Mendengar lagu-lagu dari radio begitu asyik, lalu ada tape kita bisa sesuka hati memutar lagu dari artis kesayangan kapanpun. Lalu ada CD dengan kejernihan suara dan kepraktisanya, lalu mendengar saja tidak cukup lalu TV menyajikan hiburan, lalu mendengar dan menonton saja mulai menjemukan lalu 'budaya baca' meningkat yaitu membaca dan menulis keresahan hati dan pikiran di Sosmed. Smartphone dan kuota menjadi kebutuhan pokok baru setelah sandang pangan papan, pokoknya seperti itu ceritanya. Panutan kita bias, karena tiap hari kita sudah dijejali status-status yang tiba-tiba seperti pendakwah dan motivator, yang bahkan pabrik kata-kata dari motivator terkenal setelah dibaca ulang seperti tidak bermakna.


Tahap demi tahap kita selalu dibenturkan pada tapal batas, kaum pria memandang kecantikan pada seorang tokoh, lalu si tokoh yang ia idolakan berbuat sesuatu atau mengucapkan sesuatu atau mendukung sesuatu yang tidak kita sukai, maka kecantikan akan pindah kepada perempuan berikutnya. Kaum wanita tak henti-hentinya memperlihatkan kemesraan, kemewahan, kenikmatan hidangan di meja makan, dll. Cepat sekali pergerakan viral itu, easy come easy go, tidak ada yang nyantol. Paling tidak abadilah barang sebulan, setengah tahun atau 1 tahun, kenapa banyak hal menguap terhempas oleh tapal-tapal yang diciptakan atau dikondisikan oleh sesuatu yang kita sendiri tidak yakin apakah itu ada atau tidak. Perhelatan ekonomi, sosial, politik dan berbagai aspek kehidupan manusia seolah-olah hilang resminya ketika menjadi viral di medsos. 

GPRS dibatasi EDGE dibatasi oleh 3G dibatasi oleh 4G, lalu 5G sedang disusun untuk membatasi adik-adik teknlogi. Otak kita akan terus terkikis oleh pembatasan-pembatasan yang diciptakan oleh stiuasi yang bukan kita penyebabnya melainkan kita digiring ke suatu lembah di mana kita bisa terjun bebas ke dalamnya atau menggamit akar-akar kehidupan yang menjuntai dan kita merambat ke sisi lembah berikutnya. Kata-kata penyejuk kini hambar diresapi, untaian kata mutiara ayat suci kini tak lagi diindahkan bahkan diolok-olok dan itu terang-terangan dapat kita saksikan tanpa lagi sebuah was-was dan rahasia, tapi penuh bangga dari kita banyak sudah yang menista. Saat ini lagu hit hanya bisa bertahan seminggu terasa nikmat di telinga, tapi lagu-lagu di radio dahulu kala masih bisa kita nikmati ketika diputar saat ini. Ada pula sikap atau ramah tamah yang hanya sekejap, selang berapa jam dan hari kemudian nada kebencian. Begitulah tapal batas yang sering kita ciptakan sendiri, mudah-mudahan aku adalah salah satu orang yang tidak jenuh terhadap maklumat dan nasihat.