Beres


Menjelang bulan puasa, sms lalu lalang mengucapkan aneka kutipan dalam bentuk puisi, pantun, atau rangkaian kata-kata yang berujung menyampaikan selamat berpuasa, mohon maaf lahir dan bathin. Bagi yang ngirim berpanjang lebar dengan bahasa njlimet dan huruf besar kecil, tidak kutanggapi. Bagi yang mengirim dalam format puisi, aku cuma membalas, sama-sama.

Substansi permohonan maaf dan ucapan tulus tidak kena ke hati kalau cuma lewat sms, apalagi berlomba-lomba dengan rangkaian kata-kata yang dibuat-buat. Tapi memang begitulah cara orang ketika mengexpresikan hal melalui fasilitas canggih di jaman ini. Aku rindu kartu pos, maupun surat berprangko yang ketika membukanya saja sudah gemetaran tangan, berdegup jantung.

Sore ini hilal akan dilihat dari ufuk barat, aku yang sering kebetulan melihat anak bulan, atau bulan sabit yang menandai awal bulan hijriah pernah berbagi kepada seorang kawan, bahwa kalau tidak sengaja melihat bulan sabit, pertanda bagus dan akan panjang umur. Aku juga kata orang, dan aku pastikan itu adalah mitos dan hoak. Hoak, kalau kata kawanku biasanya diikuti kata cuih...

Menjelang sore, entah kekuatan apa yang membawaku masuk ke ruangan sesorang dan membahas tentang data yang disinggung pada blog sebelumnya. Semua isi hati dan pikiran tumplek blek didengarkannya. Meski cuma didengarkan, paling tidak aku tidak menggrundel di belakang. Perkara ada efek atau tidak, aku sudah melakukan salah satu bentuk usaha demi perbaikan semua, bukan semata-mata diri ini. Diri ini itu sering ditemukan pada lirik lagu-lagu jadul karya Obi Mesakh dan rinto harahap. Adjument apapun nanti yang akan terjadi, aku sangat apresiasi terhadap manajemen, tapi tidak sedikitpun menghalangi niatku untuk segera bergabung dengan keluarga.
Satu per satu masalah mulai beres, tinggal konsentrasi ke hari yang penuh dengan rahmat dan ibadah berlipat. Semoga aku bisa menunaikan ibadah puasa dengan baik, dan semata-mata hanya mengharap ridha Illahi.

Selamat Berpuasa