Just Nipong

Dia mulai beranjak remaja, tapi tetap saja masih popol. Makanya tiap kali aku mau temani tidur tak pernah diijinkan. Dia khawatir kalau ayahnya kena ompol. Kalau ompol bayi masih harum, lah ini udah sarua kene pesingnya dengan popol si Ayah. Tapi beberapa malam ketika aku terjaga ada suara jegar-jegur, lalu aku bangun dan memastikan apa yang terjadi di tengah malam dingin ada suara orang mandi, ternyat si Nipong lagi mandi junub. Buru-buru ia menutup kamar mandi yang ia sengaja dibuka, mungkin biar gak takut.

Dia yang menjadi panutan bagi adiknya, apapun yang ia lakukan adiknya selalu meniru. Bahkan ketika Nipong nangispun, adiknya ikutan dengan gayanya sendiri, karena wajah bayi yang lucu dan nangis-nangisan, si kakak langsung ketawa ngelihat polah adiknya. Dan yang terjadi suasana mereka berdua kembali cair setelah bagaikan tikus dan kucing. Satu hal yang kupelajari dari mereka, dan yang tidak kurasakan jaman dulu aku kecil adalah Si kakak sering dalam kondisi ngemong dan lebih dewasa. Apapun yang diminta adiknya, selalu mengalah dan meminjamkannya. Tapi tidak untuk buku pelajaran. Kalau salah satu dari mereka ada yang kurang sehat, maka bukan main heboh semua karena semua minta diurus. Pasti aku sedang membayangkan, bagaimana ketika mereka cuma hanya ada mama di tengah malam.

Makanya Pong, lekas besar biar bisa jadi pandu ibumu. Tapi kau bakat bisnis, malem takbiran ajah kau sudah bisa dapetin omset 10. ewu dari jualan kembang api. Bagi hasil goceng-goceng ama ayah, kan? Yang lain sibuk nyulet kembang api dan mercon, buang-buang duit, Just Nipong belajar tentang sebuah peluang.