Ke Pulau K (sulawesi)

Awal september 2014 kembali memulai hal baru untuk pekerjaan dan tugas di Makassar, Sulawesi Selatan. Setelah 8 bulan berada di bontang, Kaltim kupikir aku dapat segera bergabung dengan anak istri, permanen tapi rupanya feeling seorang kepala rumah tangga mengatakan belum saatnya, masih banyak yang harus digapai. Setelah lebaran agak lama di kampung halaman, ada panggilan segera ke Jakarta, karena cabang di Makassar menjadi tujuan pekerjaan selanjutnya di sana. 

Perjalanan ke sana ke mari sebenarnya tidak pernah jadi agenda apalagi rencana besarku, itu hanya angan-angan saat kecil dulu, tatkala takjub melihat peta Indonesia yang membentang dari sabang sampai merauke. Dan pulau sulawesi yang seperti huruf K yang unik menjadi tujuanku setelah puluhan tahun berikutnya. Aku dapat sekedar menarik sedikit kesimpulan, bahwa petulangan tak disengaja ini aku anggap sebagai tantangan baru yang tak bisa kudapatkan di kesempatan lain. Aku bersyukur kepada Allah, yang maha luas karena atas izin Nya, bisa singgah Sumatera (Palembang, Padang, Lampung), Jawa (surabaya, Jogja, semarang, Madura), Bali, Kalimantan (balikpapan, samarinda, Bontang), dan Sulawesi (Manado, Makassar). Dan seharusnya dapat menyerap banyak manfaat, filosofi, wawasan nusantara dan makin bijak menyikapi banyak hal, bukan sekedar perjalanan tanpa makna. Tetap fokus, karena di manapun berada selalu sama penyakitnya, jauh dari anak istri tentu saja musuh utama adalah rasa sepi. Jangan dekati kemaksiatan, jauhi jauh-jauh pasti aman urusan, coy. 


Perjalanan dari Jakarta ke makassar pada tgl 5 september 2014 08:15wib sampai 11:45 Wita, terbang bersama Lion, jarak dari lokasi boarding hingga lepas landas sungguh jauhnya pun. Perlu waktu 30 menit termasuk waktu antri, dan setelah lepas landas hatipun senang, pikiran melayang bagai awan yang bersusun-susun di atas langit. Lalu aku tengak tengok seperti ada rasa aneh, bingung, dejavu demi mendengar ada suara gitar kemprung seperti pengamen, lalu disusul nyanyian seorang wanita mendendangkan puji-pujian kristiani, sontak aku pengin spontan untuk Sshhhhhh, tapi setelah kutengok baru kusadari, mungkin itu sedang berdoa dengan cara sendiri. Dan aku beradu pandang dengan orang yang duduk di sebelahku, wanita bermata sipit yang cantik bertanktop, rok sepaha, dengan menggenggam ipod yang bahkan ketika sudah terbangpun masih ia nyalakan, sepertinya ia tidak hiraukan peringatan pramugari. Lalu aku menatap jendela membidik barisan awan putih yang tersorot matahari dengan latar biru langit yang tak bertepi. Beberapa ada seperti lukisan lukisan kehidupan, kadang kulihat ada lukisan langit yang sedang mengolok-olok aku. Biarlah, hanya beberapa detik mereka berlalu.

Setelah 2 jam lebih terbang akhirnya pesawat mendarat di Bandara Sultan Hasanudin, naik taxi bandara berjenis avanza dengan tarif zona 1, karena aku mau mampir ke Maros, rumah kakak sepupu mas Ariyanto yang beristrikan orang asli UjungPandang. Hanya perlu 15 menit sampailah di rumahnya. Aku disambut dengan baik dan menginap 1 malam di perumahan Graha Singgasana. Hari Minggu aku ke kota makassar mencari tempat tinggal untuk menginap beberapa bulan ke depan.

Kudapan di sini di mana-mana coto makassar, untuk makanan jawa untungnya ada Warteg yang selalu pas di kantong buat backpaker macam inyong. Sayangnya hanya ada di dekat kantor, kalau di dekat tempat tinggal Jl. Cendrawasih banyak ikan bakar dan coto, untuk masakan pecel lele khas Jatim ada di ujung, pun semalam rasanya mengecewakan, dagingnya kurang matang dan ketika kuboek masih ada darah, aku tinggalkan dan kubayar saja sudah.

Tobil sering berpuasa, seharusnya ini menjadi kebaikan... kasihan ibu vegi yang sering merana kutinggal. Andai aku jadi lelaki seperti Herculles, atau apapun yang gagah brutal tentu aku enjoy-enjoy saja di manapun, karena sebetulnya tempat hiburan muncul karena salah satunya alasan kebutuhan lelaki macam kitaorang, jih? entahlah...