Rasanta

Waktu pukul 17 wita, sore ini di kota makassar matahari masih menyengat dan belum terlihat warna emas untuk menandai sore menjelang temaram. Di musim kemarau debu berhamburan sepanjang kota dan dihiasi terik, siang terasa lebih cepat dari Jawa. Beberapa sudut kota terpampang spanduk dengan kata-kata 'rasanta', aku dan sekolahku tidak rasanta dan baru kutanya pagi ini pada teman kantor warga setempat, artinya kotor. 

Di hari ini yang kurasakan tidak lazim, ingat terus di rumah, si kecil sudah mulai rewel nanya kapan bapanya pulang. Pekerjaan transisi ini sangat menyita perhatian dan harus dipelototin benar-benar, semua jadi satu, ya jadi keuangan, jadi operation, jadi manajer, jadi kurir juga. Aku mencoba menikmati proses yang ada meskipun ngenes kalau melihat masa kerja dan reward yang diberikan oleh perusahaan. Istriku sudah sangat gegap gempita mendukung aku mundur dari perusahaan ini, tidak perduli sudah berapa lama, dan tidak perduli tidak dapat pesangon karena mengundurkan diri. 

Untuk sohibku, Ms. Asc yang sedang terbaring sakit, aku hanya bisa berdoa semoga Allah mengangkat penyakitnya, dan dipulihkan segera. Kalau sudah pulih, jaga kesehatan dan jangan mikir keras soal hal yang diluar kendali kita. Aku tidak akan menyakiti wanita, makanya aku tidak mau lagi terlibat jauh ke perasaan. Karena berkawan baik tidak harus selalu hadir dan ngobrol menemani. Waktu terus berjalan, kita semakin tidak muda lagi, terlebih aku yang punya segudang agenda yang belum tertata dengan baik. Seorang suami yang tengah berjuang untuk ekonomi keluarganya, yang rela atau terpaksa meninggalkan kebahagiaan berkumpul keluarga. Aku tak ingin hati ini kembali rantasa. Aku yakin semua akan baik-baik saja. 

Namun hari ini aku menyakiti seorang wanita yang kuhormati, seniorku kuharap mengerti dengan situasi ini. Kelak akan tahu betapa berharganya nilai sebuah pencapaian setelah lelah berjuang.
Dan aku juga menyakiti anak perempuanku, karena aku gambar sketsa wajahnya setelah mamanya mengirim fotonya, lalu kubalikan gambar melalui sketsa oret-oretan pulpen, dan dia pergi lalu mengambek. Maaf, ya khanza. Bapak pengin segera berkumpul dan bebas dari tekanan ini semua.