Tegean Kalbu


Menyoal tentang kuliner tradisional aku akan mengungkap tegean yang legendaris itu.  Kemajuan jaman seperti ini memungkinkan semua orang bisa menikmati berbagai macam kuliner baik camilan maupun makanan berat. Di desa terpencil pun saat ini kita bisa mudah menjumpai berbagai hidangan yang tidak bisa kita temukan 3 atau 4 tahun yang lalu. Ini semua pasti karena resep-resep yang mudah diakses dari berbagai media, baik mainstream maupun specialstream. Istilah terakhir hanya bualanku saja biar terlihat keren, padahal  henol. Resep rahasia nyaris tidak bisa lagi ditemukan, bahkan raksasa ayam goreng yang kita kenal dengan bisnis waralabanya yang konon memiliki resep rahasia, dewasa ini  lidah manusia sudah kebal rasa oleh berbagai macam hidangan. Ayam goreng tepung dengan tekstur berantakan sudah menjadi makanan yang umum ditemukan di mana-mana.  Begitu pula untuk makanan yang bersifat jajanisme sebut saja Pizza, Serabi, Teriyaki, dll sekarang mudah ditemukan dengan berbagai rasa dan verian. Jadi aku tidak lagi bisa terheran-heran atau ada sensasi aneh ketika menyantap makanan tertentu. Dari seluruh hidangan modern yang saat ini menjamur di gerai-gerai mini di Moll-Moll menurutku ternyata diperuntukan memanjakan lidah, wisata rohani  dan kepuasan, maka tak heran makna telah bergeser dari makanan untuk mengganjal perut, maka sekarang banyak jargon wisata kuliner. Drama kelezatan suatu hidangan sudah hafal kita saksikan dari para pakar kuliner saat mencicipi aneka hidangan lezat itu di layar kaca (sekarang layar plastic: LED).
Facebook, twitter, blogger juga telah banyak kita temukan postingan aneka resep dan telah banyak dicoba oleh para Mahmud (mamah muda), macan (mama cantik) dan mungkin masetu (mamah setengan tua) biar lebih kretif atau paling tidak bisa menghidangkan sesuatu di meja makan dengan makanan yang selama ini hanya terbayangkan.
Aku juga salah satu dari sekian milyar yang perduli rasa lezat maka memperhatikan hidangan adalah jenis hobi lainya. Peka terhadap komposisi rasa asin, manis, asam dan setengah asin dan manis adalah sesuatu keterampilan kepekaan lain setelah perasaan.  Namun dari semua itu, aku masih sangat menyukai dan sebagai penikmat tegean. Ya, benar sekali… tegean itu masakan rumahan khas nenek jaman dahulu kala. Ia hanya teracik dari beberapa lembar daun hijau, atau kadang labu kuning dimasak dengan air di dalam paruk (tembikar) dengan rempah-rempah standar bamer, baput, kencur, daun salam, garam secukupnya. Aku lebih suka menikmati tegean ini ketika sudah dingin dan kukokoh dengan nasi dan sedikit sambel tlenjeng.  Tegean ini sungguh nikmat disantap di siang hari ketika panas terik, tanpa nasi. Tegean tak perlu ada di Moll-moll, nanti si Biyung tak lagi special. Karena meski ia hanya dari ramuan sederhana, tak banyak orang tahu. Maka tegean adalah rahasia kecantikan ibu-ibu dahulu kala.