Rumah Pohon dan Sisir Pak Guru

River view mungkin sekarang menjadi tren pemasaran apartemen dan kondominium mewah untuk menggaet calon pembeli, tapi masa kecilku dihabiskan di Dhekawe persis di dekat jurang dan jikalau membuka jendela terlihat jelas sungai kecil yang mengalir airnya sedikit keruh. Di seberang sungai adalah hamparan sawah mbangkulon, karena arahnya ke arah barat. Setelah Derik terjadi longsor pada tahun 80 sekian, praktis tempat bermain anak-anak berpindah ke segala arah dan terjadi beberapa kubu, ada yang di tanah lapang yang sekarang sudah berdiri sekolah SDN1, ada yang membuat markas di pohon kamal (asam) yang besar di belakang rumah Eyang. Kegembiraan yang tercipta saat itu memang selalu dibuat secara spontan dan semangat rame-rame. 

Cover buku warna ungu yang tipis, pensil bercorak garis merah dan hitam dengan ujung penghapus mengawali usia sekolah. Dari Dhekawe berjalan ke arah sekolah darurat di Balai Desa, saat itu SD Inpres di Sumber sedang dibangun. Pak Riswo, adalah guru yang pertama kali mengajar ilmu sekolahan, dan aku ingat betul dipanggil ke depan dan rambutku disisiri untuk dirapihkan. Tidak detail masa-masa awal sekolah SD hanya beberapa scene saja yg bisa diingat, 

Tiap pulang sekolah pasti langsung menuju ke rumah pohon untuk menikmati pemandangan sekeliling sambil menikmati kudapan Klendo yang manis. Burung dok (rajawali) berputar-putar di atas langit begitu dekat dan terlihat begitu besar, konon ia sedang meminta hujan. Tapi anehnya setiap ada burung dok yang sedang berputar di langit, unggas para petani ketakutan dan terbirit-birit menyelamatkan diri. Berarti itu kabar burung yang salah kalau sedang meminta hujan, padahal sedang menginti untuk menentukan mangsa.

Deadlock...
Tadi seharusnya ingat semua jalan ceritanya dan menarik untuk dikupas...

Bersambung... 







(mungkin tamat, malah..)