Persoalan Kacang dan Oyek

oyek goyeng
Kacang bukan makanan pokok, tapi menurut para pakar kacang merupakan makanan pelengkap karena ia mengandung protein nabati. Berbagai jenis kacang dapat kita jumpai atas karunia ciptaan Illahi. Bagaimana perlakuan kita terhadap kacang ini?

Aku salah satu dari sekian juta manusia yang sangat menyukai kacang-kacangan, baik kacang yang tumbuh dari dalam tanah maupun yang menggantung dari tangkai tanaman yang menjalar. Mau itu digoreng atau direbus, kacang selalu lahap kusantap. Apa sesungguhnya yang terjadi di dalam kacang? Setiap menikmati kacang kulit misalnya, aku tak kuasa menghentikan tangan untuk menggamit lagi dan lagi, maksud hati supaya buat besok dan awet. Tapi tak pernah berhasil, mau kemasan besar maupun kecil dapat ludes dalam hitungan menit. Dan itu hampir tak kunikmati karena tangan sudah terlatih dan sangat mahir mengambil, memasukan ke mulut bahkan gigi dan bibir ini juga sangat pandai bekerja sama dalam membuka kulitnya. Apakah pasukan gigi sabar mengunyah? aku rasa tidak, karena saking antusias dan keenakan butir-butir kacang kusadari masih banyak yang utuh kasar, dan tangan otomatis kembali menjejalkan kacang berikutnya kadang sambil kulihat maupun tidak, Kerena jaman ini menikmati kacang bisa sambil pegang HP, atau ngobrol bergaya apatis. Itulah saat-saat janji kacang tercetus, berniat menghentikan dan bersumpah ini butir terakhir, rupanya tangan dan mulut tidak selaras. Janji tinggal janji dan kusebut sebagai gombal kacang. Apakah hanya terjadi pada kacang? tidak..!

Rupanya korban lainya adalah cemilan yang berbentuk butiran dan berasa asin gurih itulah sasaran utama hawa nafsu untuk menghabisinya dalam sekejap. Nanti setelah habis baru bengong, entah apa yang terjadi dalam pikiranku saat itu. Oyek goreng, adalah camilan yang disiapkan ibunya anak-anak saat berangkat ke Jakarta, maksud hati biar di perjalanan kereta ada teman camilan dan pandai menolak pramugari yang hilir mudik menawarkan snack. Namun di Stasiun yang hanya menunggu tak lebih dari 1 jam, 1 bungkus oyek goreng ludes menyusul bunyi terompet kereta datang, kusesali bungkusnya teronggok tidak sempurna kumasukin di tong sampah warna kuning (non organik). 

Oyek adalah pengganti nasi saat musim kemarau dan disiapkan oleh petani untuk menghadapi paceklik dimana biasa kalau musim kemarau harga beras tidak terjangkau. Maka mereka mengandalkan sumber pangan dari bahan singkong. Singkong yang sekarang harganya merosot tajam menjual singkong adalah kerugian terbesar karena tak sebanding dengan modal kerja berupa tenaga pengolahan tanah, perawatan, pupuk, dll. Belum saat panen yang harus menggunakan tenaga dari kebun ke mobil pengangkut atau tempat pengolahan untuk dijadikan tapioka. Maka memberikan secara sukarela lebih baik daripada menjual tapi rugi serugi-ruginya. Maka para petani yang cerdik tidak akan menjualnya tapi memanen dan diolah menjadi oyek. Oyek ada 2 macam di kampungku, yaitu oyek warna hitam dan kuning kecoklatan.
Oyek warna hitam secara teknis karena singkong yang telah dikupas dibiarkan dijemur dan dihujankan hingga jadi gaplek lalu dihancurkan dan diayak hingga menjadi butiran sebesar biji jambu. Kalau yang warna cokelat adalah proses pembuatan oyek dikarenakan singkong direndam untuk fermentasi hingga 3 hari atau seminggu lalu diolah menjadi oyek, Oyek yang sudah berbentuk butiran lalu dikukus hingga matang, lalu dijemur hingga kering. Oyek siap disimpan untuk masa paceklik dan bisa untuk diolah lebih lanjut sebagai campuran nasi yang lezat mengurangi resiko diabet. Dan orang-orang jaman dulu makanan mereka adalah oyek ini. Oyek goreng adalah karanganku saja, karena ingin mencoba hal baru siapa tau enak. Dan gorengnyapun tidak sesederhana yang kita pikirkan, ternyata saat minyak telah panas kucurkan butir oyek sedikit demi sedikit lalu mengapung setelah masuk, masukan kembali oyek mentah berikutnya hingga habis. Kalau seluruh oyek dimasukan dalam minyak panas seperti goreng ikan misalnya, dijamin oyek tidak akan mengambang dan hanya terbenam di dasar minyak tidak mau gurih dan mengembang.

Maka oyek yang kubawa saat itu adalah, oyek coklat yang digoreng dengan bawang putih dan garam, kalau saja ini dilirik oleh perusahaan snack terbesar negara ini, sebut saja ngindofud pasti aku akan jadi suplier utamanya. Mau coba masukin oyek goreng ke supermarket dengan kemasan ciamik? belum kulirik... entahlah,