Setiap proses dalam segala bidang di kehidupan ini
sesungguhnya mencari klimaks. Sebuah ujung yang tidak dapat diukur, namun hanya
bisa dirasakan. Klimaks bisa memuaskan ataupun hanya sekedar saja, atau
anta/asrep. Istilah terakhir memerlukan kamus Bahasa jawa kuno. Lahir di muka
bumi bukanya tanpa sebab, kita sudah tercatat sebagai salah satu kalifah di dunia ini. Klimaks dari lahir adalah tumbuh kembang. Bekerja keras banting
tulang menuju klimaks mendapatkan hasil. Merasa lapar dan haus salah satu
indikasi yang paling kuat bahwa suatu mahluk sedang dalam keadaan hidup, tujuan
utamanya adalah kenyang. Kalau sudah kenyang, selesai sudah, meski hanya
sepenggal waktu. Siklus hidup terus berputar. bicara tentang technologi smartphone
serasa tak pernah mencapi titik klimaks. Saat kemunculan hp dengan kamera VGA,
rasanya hidup begitu istimewa dan canggih. Hingga dewasa ini kamera di henpun
sudah perang mega pixel, bukan Cuma satu tapi kamera berderet hinga 4 di
belakang 2 di depan. Teknlogi ini berupaya memanjakan bidang penglihatan kita
selebar layar smartphone, kita sedang dibatasi tanpa kita sadari. Klimaks dari
kecanggihan tekhlogi sedemikian pesat sepertinya hanya melahirkan mager (males
bergerak), Rasa cape dan Lelah diderita oleh anak-anak kecil tanpa menggerakan
tubuh dan otot, peredaran darah tidak menyebar merata ke seluruh kepala, pola pikir sebatas frame, seluas inchi ukuran layar HP.
Nah, ini yang menarik. Jikalau kita menyadari bahwa kita sedang dikerjai industri teknologi, tak perlu menunggu waktu lama-lama, tinggal lempar HP dan keluarlah menghirup udara segar nan nyata, dan panorama jutaan mega pixel dan bisa disentuh pula. Klimaks bukan juga akhir segalanya, ia bahkan sebagai pertanda titik awal dari siklus baru.