Maka


Sudut mana lagi kiranya bisa kutemukan perihal yang membuat semangat mengorbit lebih tinggi, di kota yang makin panas ini semakin tidak karuan. Tak perlu aku mengumpat, mau mengumpatpun sudah pening duluan siapa yang harus kuumpat, industri televisikah, atau pejabatnya sebagai news maker. Siaran yang menghibur kini pindah jam tayang, dialah si shaun wedus gembel, tiap nyampai di kamar pengap, selalu saja sudah ketinggalan. Padahal beberapa minggu lalu, aku masih bisa meringis dengan ulah mereka menghalau penat dan lelahku.

Membaca berita tak pernah ada kabar bagus, suatu kemajuan bidang tertentu atau apa saja yang menghalangi orang untuk menganggur. Aku sedang iri dengan kawanku yang hanya berpendidikan dasar, tapi sudah memiliki usaha mandiri yang maju, dan mempunyai pekerja dari lingkungan sendiri. Itu yang tidak masuk dalam berita.

Membaca sesuatu yang kukira sudah mulai beranjak berubah menuju perbaikan, tetap saja masih berisi tentang keluh dan kesah yang tidak perlu. Aku mulai berfikir, betapa beruntungnya mereka. Dan entah bagaimana kalau aku punya istri yang ngeluhan, ngambekan, dan selalu memikirkan banyak hal yang seharusnya tidak dipikirkan. Akupun pasti bisa menerka bagian repotnya apakah mereka sanggup atau enggan mereka terima,? contoh sederhana: anak ngompol, ganti popok, menyusui, minta gendong tengah malam, rewel, sakit, tanggal tua, saudara sakit, dan semua hal yang tidak ideal untuk dikatakan asyik, atau kenikmatan hidup. Suka atau tidak semua orang dihadapkan pada banyak hal. Dan kadar penerimaan setiap insan pun nyatanya sudah terukur. Tapi bukan berarti kita selalu menyerah dengan keadaan.
Namun entahlah kalau sudah mencapai taraf tertentu, pasti daya tahannya juga berbeda, tapi mudah-mudahan aku bisa menjalankan sesuatu dalam situasi banyak hal.

Sudah bukan kapasitasku lagi memberi saran, terus berhubungan, berkirim gelombang hati dan pikiran. Masa demi masa berkelebat, dan aku banyak sudah yang tertinggal, memang belum juga kunjung tampak hasil yang menggembirakan akibat dari tenggelamnya aku dalam kesibukan. Untuk menulispun sangat terbatas kulakukan, berkirim salam teman-teman di dunia maya nyaris tak lagi kulakukan. Aku pakai cara konvensional seperti sedia kala, rupanya ampuh mengantarku menjadi tenteram jiwa, tidur nyenyak, dan pikiran pengembara ini semakin terkendali.

Kawan lama di kota yang pengap ini semoga menjadi pribadi yang indah dan super, berhentilah merengek dan berkeluh. Sifat aura selalu menyebar ke manapun saat seluruh perasaan terlontar dari rongga hati, terlebih tercampur dengan baurnya pikiran dari rongga kejenuhan.

Aku tau apa yang harus kulakukan, apa yang kumau, begitupun kawan lama ini. Maka, untuk persahabatan yang modelnya aneh seperti itu, sebaiknya memang berlaku di jamannya saja.