Pirnang pirdud

Karena tidak sidakep di Kakus, maka tidak ada ide apapun. Cuma baru saja aku nyengir sendiri ketika pada suatu hari, suatu jaman. Tidak lain ini jama rikiplik (pinjem istilahnya ny. cemut), jaman di mana anak-anak bermain gembira di derik, di tengah sawah, di kali, di manapun.

Kami punya rombongan berjumlah 5, bukan gerombolan ya?.. catet itu..
ceritanya lima sekawanlah, kaya pilem cerita minggu siang di stasiun kesayangan TVRI. Kalau bermain selalu menyesuaikan musim permainan, kalau lagi musim kelereng, maka kantong celana penuh gembolan kelereng. Kalau lagi musim karet gelang, lengan kami selalu penuh dengan karet dengan kebanggaan. Kalau lagi musim plintheng (ketapel) kamipun kompak selalu membawa senjata purba itu ke manapun kami pergi.

Pada suatu hari,  kami berhenti di gubuk pak tani di tengah ladang. Tidak perlu khawatir tentang lapar, karena setiap kita mau jalan pasti pulang dari bermain perut sudah kenyang. Di gubuk itu ada pisang matang yang masih utuh ditandanan, sikat... dengan kompaknya. Yang namanya jaman itu, komoditas perkebunan di kampung kami mengalami surplus. Bahkan orang tua kami dengan gagahnya menebang semua pohon cengkeh, ketika gonjang-ganjing ada monopoli harga cengkeh yang tidak pernah kami pahami kenapa.  Setelah kenyang makan apa saja yang tersedia di kebun, kami berleha-leha sambil memainkan mainan yang kami bawa. Ada yang corat-coret di tiang gubuk dengan arang bekas pembakaran, ada yang mancing undur-undur, dan beberapa lainya sedang mengagumi binatang yang so'soan.

Kami terpingkal-pingkal ketika binatang ini diketahui adalah kadal pethek, atau cicak terbang. Bagaimana tidak terbahak-bahak ketika temanku langsung bikin tebakan.
"hoi, binatang apa yang paling sombong dan gaya?"
kami termangu dan berfikir...
"mana ada binatang sombong, paling macan, iya kan?"jawab salah satu dari kami
"Salah..!!! ada kok di sekitar kita.." jawab pembuat kuis.
Buntu, tak seorangpun bisa menjawab pertanyaan itu.
Lalu, Isaak rabin, nama temenku itu menunjukan tanganya ke arah pohon sengon (albasia)
"itu tuh, binatang paling gaya dan sombong, mosok batang kayu sebesar itu ia ongkrag-ongkrag (goyang-goyang)?"

kamipun dengan seksama memperhatikan kadal pethek ini memastikan gayanya, ternyata benar.. disamping ada lidahnya yang kuning (seperti lidah) ia seperti push up, mengangkat tubuhnya lalu menurunkan tubuhnya sementara ke empat kakinya terlihat seolah-olah sedang menggoyangkan pohon agar buah, atau serangga yang ada di pohon itu berjatuhan.

MasyaAllah...
bocah...bocah...

Kemudian kami punya nyanyian untuk mengusir kadal pethek ini agar pindah tempat. Karena berpindahnya kadal pethek adalah pemandangan yang menyenangkan. Ia melayang dari satu pohon ke pohon lainya seperti terbang, padahal ia tidak punya sayap.

Begini mantranya:
♫..♫.. pirnang pirdud, mampir nginang mampir udud....