Riut

kembang riut. sumber: wikipedia
Otak buntu, kepala mumet, suasana nggak menentu tapi bukan berarti menulis dibatasi hal-hal seperti itu. Tidak ada rumus khusus untuk menulis atau tidak... hanyalah: mau atau tidak? itu ajah...

Mumet itu penting, rilex juga penting dan lebih penting lagi adalah hidup yang berimbang. Apa bedanya seimbang sama berimbang? pikir dewek saja bege lah.

Aku sedang teringat sama teknologi layar sentuh, atau istilah kerennya touch screen, atau sentuh dan reaksi. Heran dan kagum udah hal lumrah bagi kita kalau melihat yang diluar kebiasaan, tapi setelah teknologi ini ternyata cuma meniru dari tumbuhan liar yang bernama putri malu, atau kalau di kampungku disebut Riut, atau latinnya Mimosa pudica maka keheranan itu menguap terbawa gravitasi pluto.

Keheranan ini aku kumpulkan di benak dengan munculnya rasa penasaran ketika Anak pertamaku bertanya kepadaku kenapa tumbuhan itu kalau disentuh mengincup?
aku jawab, karena malu...
kenapa malu?
karena ada sensor alami
apa itu sensor?
aku terdiam sambil mengumpulkan jawaban yang praktis

Tanaman putri malu sering kali kita jumpai bahkan mungkin kita injak, selalu menjadi bahan penelitian siswa SD atau mungkin SMP. Pertanyaanku selanjutnya adalah? kenapa pohon tersebut hanya perdu, tidak tinggi, tidak berbuah? lalu kenapa ada durinya yang tajam?
kalau mawar okelah pakai duri segala, semacam buat tantangan bagi siapa saja yang ingin menyentuh mawar indah atau memetiknya.

Pasti ada gunanya....
apapun itu aku yakin tanaman ini memberikan contoh kepada kita, bahwa rasa malu harus tetap kita jaga. Dan bila semua manusia tidak punya rasa malu, maka biarkanlah jika rasa malu hanya dimiliki si tanaman perdu ini.

Maka jangan heran kalau ada aku sebut riut screen, ini untuk menjawab pertanyaan bagi orang-orang yang mau berfikir tentang kekuasaan Allah dan keajaiban alam atas izin-Nya.

touch me how to dream...