Membelah diri

Monas Sep 16_guyubrukun
Mengutip ayat Al-Quran, soal kesukaan kita terhadap hal duniawi, mengindikasikan bahwa Sang Pencipta tahu betul apa keinginan sesungguhnya manusia pada umumnya. 

“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, Yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga). (QS Ali ‘Imran [3] : 14)..

Dan tentu saja itu tak luput menyasar pada diri sendiri yang masih sebatas mengingini bukan mencintai. Mencintai harus ada syarat memiliki, jadi kalau cinta tanpa memiliki hanya kibulan tak berdaya. Jadi semua orang terutama saat ini baik di pelosok maupun di kota bekerja keras dan melakukan apa saja demi mendapatkan apa yang mereka 'akan' cintai. Yang nerimo ing pandum mungkin bisa dihitung dengan jari. Melek mata telah merengkuh manusia seluruhnya bagaimana membuat peluang, menciptakan peluang atau mengadu nasib di berbagai sektor demi semua hal yang mereka inginkan. Motivator telah membelalakan mata awam menjadi sadar kekuatan kata untuk merubah payah menjadi berdaya mengejar impian, Pertunjukan ngartis di berbagai program gosip di televisi baik mempertontonkan ngartis yang bangun siang di atas dipan mewah, melewati kamar tamu yang luxuary, lalu kamera sorot ke perkakas dapur, ruang tengah yang emejing, orang awam menelan ludah sambil nonton tihwi tanpa kedip. Iklan properti yang memprovokasi dengan kalimat hanya 5 milyar per bulan, tanggal 2 bulan depan akan naik 5.5 milyar, membuat mukidi enggan bertelaten bekerja sepenuh hati apa adanya, karena merasa tidak berarti. 

Ini terus menggumpal dari noktah ke sebongkah hasud iri dengki yang dipupuk tak kenal kompromi, dan tugas pemuka agama menyampaikan agar kita tidak iri dengki dan hasud. Gumpalan yang makin besar dan menggeser tatanan sosial yang narimo ing pandum menjadi sadar akan sengsaranya hidup tanpa uang. Motto hidup sederhana makin sulit dipahami apalagi dilaksanakan. Maka tidaklah heran kalau sekarang muncul trend penggandaan uang, yang buatku pribadi adalah hal yang mustahal. Kalaulah mungkin aku hanya ingin berilusi, uang itu bisa membelah diri sesuai kebutuhan, tapi hanya berlaku bagi orang-orang yang papa fukara masakin. Berganti presiden yang katanya pro rakyat, namun ekonomi makin carut marut, berganti gubernur juga tak bisa menjamin bahwa rakyat jelata bisa hidup senang dan sejahtera. 

Andai itu (membelah diri -red) bisa bekerja, aku pasti ingin mendaftar supaya aku bisa jadi dua, satu buat bekerja di Ibukota, dan satu lagi buat bersama keluarga. Oleh-oleh jokja terancam tidak bisa sampai ke HAN Co.Ltd (Hanif, Alya, Nahda) dan Permaisuri. Ada yang mau mudik? Kalau mukidi, banyak...