Nego

Selalu terjadi begitu saja mengalir seperti sungai serayu. Bukan tanpa usaha, tetap ada upaya perdamaian yang dibangun di sana. Mamang memulai percakapan dan sampailah pada suatu titik di mana menanyakan tulisan yang bisa kembali dibaca. Namun dia mengajukan syarat agar pria itu harus sering menulis. Syarat itu tidak langsung dibisa dipenuhi, karena ia tahu tulisanya ditutup bukan sebabku, tapi orang lain yang makan nangka aku kena getah. Pepatah lama itu berlaku saja..

Tapi baiklah, aku hanya menyanggupi secara diplomasi akan diusahakan menulis meski tidak setiap hari, asal senggang dan memungkinkan akan menulis sejadi-jadinya. Sikapnya sudah dingin tak hangat lagi, melempar hororpun pasti bergeming apalagi humor entah segaring apa jadinya. Padahal si mamang itu kalau sedang sendiri dan menerawang akan ingat semua hal tentangnya, dan aku yakin sekali kalau di sana juga akan mengingat hal yang sama. Tentu bukan isapan jempol belaka kalau tiba-tiba menitipkan rindu sedikit saja, tapi rupanya semua sia-sia. Maka menolak titipan rindu bisa diartikan bermacam-macam, pesan itu jelas sekali, jadi apalah perlu bertemu lagi, apalah guna menulis sehari-hari, kalau setangkup rindu saja tidak pernah sampai.