Oh iya yah

Salah satu hal yang tidak terlihat oleh kita adalah niat atau hasrat atau gumam dalam hati yang akan dilakukan kemudian. Sedangkan kejadian yang terjadi tanpa niat disebut spontan. Tapi gerak maupun ucapan spontan hanya terjadi jika umumnya berpotensi bahaya. Meski spontan, gerak dan ucap yang tiba-tiba terlontar ini musti terlatih. Ia akan memekik ya Rabb, ketimbang sialan atau lebih parah berkata kasar ketika tak sengaja kepleset dan terjatuh.

Resonansi, dalam benaku menggambarkan situasi rambatan gelombang dan jelas tak terlihat yang mempengaruhi sekeliling kita. Ketika di sebuah ruangan ada orang manyun, bersungut-sungut maka resonansinya merambat dan menyambar sekelilingnya dan berakibat suasana tidak menggembirakan.
Gerak rambat ini sangat penting, meskipun aku bukan ahli nujum atau bahkan psikolog tapi ini dapat dirasakan oleh semua orang. Memang benar, hukum dunia ini selalu berulang dan berpasangan, ada sedih ada gembira, ada susah ada senang, silih berganti. Tapi memilih menjaga resonansi yang stabil adalah lebih baik dari pada terjebak kepada suasana haru biru dan tidak menyenangkan.

Dunia dewasa ini yang mengikuti aliran viralism juga tak lebih dari gaya resonansi secara fisik dan kimiawi yang terjadi secara nyata. Viral adalah kata modern dari tradisi merambat secara resonansi seperti dalam benaku akhir-akhir ini. Jadi sebelum wabah viralism ini tumbuh, sebenarnya sejak jaman dulu juga gerak rambat ini sudah ada.

Mungkin akan menjadi hebat bila seseorang menjadi penggerak ketimbang tertular resonansi, sebagai contoh ada orang memberikan santunan kepada pihak yang menderita, atau gerakan proposal pembangunan tempat ibadah atau korban bencana alam. Ketika kita tergugah dan tergerak untuk ikut melakukan hal yang sama, pasti ini karena gerak resonansi itu. Gelombangnya entah seperti apa wujudnya tapi bisa menggerakan orang lain menjadi lebih bermanfaat dan positif. Pun akan terjadi sebaliknya ketika kita melihat orang lain memprovokasi kita pun biasanya akan mudah bereaksi.